Olahraga Membangun Karakter

MEMBICARAKAN dunia olahraga memerlukan kejujuran dan keterbukaan. Olahraga itu sendiri sesungguhnya berfungsi membangun sifat jujur dan terbuka, serta berbagai karakter positif lainnya. Karena itu, pembahasan olahraga perlu dilakukan secara terbuka tanpa menyalahkan siapa-siapa, termasuk menerima kritikan secara jujur guna melakukan perbaikan. Begitulah agaknya yang mendorong kita untuk mengulas SEA Games Kuala Lumpur 2017. Posisi Indonesia hanya berada di peringkat 5 dari 11 negara peserta. Sejak awal SEA Games (1977) dimulai, pada umumnya Indonesia menduduki posisi juara umum. Di lain pihak, persiapan Asian Games 2018 sedang gencar-gencarnya berlangsung, terutama yang menyangkut fasilitas olahraga. Keadaan ini mestinya membawa perenungan yang dalam bagi kita semua. Menilai secara jujur tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan jujur pula untuk dapat memperbaiki keadaan. Sesungguhnya kehidupan berolahraga di Tanah Air terasa amat menurun. Cobalah kita amati, termasuk di kampung-kampung, di lingkungan perguruan tinggi, maupun sekolah-sekolah. Di kelompok masyarakat tertentu terlihat kegairahan, tapi pada kesempatan lain menurun lagi. Masyarakat kita memang suka hangat-hangat sesaat. Apalagi kegiatan olahraga seperti yang dulu terlihat di akhir minggu atau di kala hari libur. Katakanlah, misalnya, senam pagi Indonesia. Atau senang jantung sehat. Juga berbagai kelompok bela diri. Lapangan olahraga yang tersisa terlihat sepi. Di sekitar rumah saya, yang rutin berolahraga jalan kaki pagi biasanya orang-orang Korea Selatan yang bekerja di Tanah Air. Kegiatan olahraga itu sejalan dengan kemajuan negaranya. Olahraga memang menjadi tolok ukur prestasi seseorang dan sebuah bangsa. Perolehan medali olahraga sejalan dengan kemajuan negaranya. Tentu saja tolok ukur prestasi olahraga di lingkungan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Jangankan di lingkungan masyarakat, di area olahraga sekalipun terlihat berkurangnya kegiatan berolahraga. Katakanlah, misalnya, di sekitar Gelora Bung Karno. Padahal, sudah diakui dan sudah teruji bahwa olahraga memberi manfaat yang luas. Olahraga setidaknya membuat tubuh segar dan bugar (lihat KBBI, 1975), yang amat penting untuk menjaga kesehatan. Tubuh yang sehat akan menyebabkan gairah kerja meningkat. Olahraga juga akan membangun disiplin. Dengan berolahraga akan bisa membangun kesadaran serta pengendalian diri. Dampak olahraga tidak hanya ke tubuh, tetapi juga jiwa yang sehat. Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, mensana in corpore sano. Olahraga membangun sifat kerja keras. Olahraga akan membangun jiwa sesuai dengan ajaran agama, yakni jujur, sportif, dan tidak suka menipu dan berbohong, termasuk kejujuran dalam menilai diri sendiri. Itu, di antaranya, memberitakan apa sesungguhnya yang terjadi. Selanjutnya olahraga akan membuat seseorang menjadi tangguh, tidak mau menang sendiri, dapat membangun solidaritas, serta kerja sama yang bersifat positif. Melalui olahraga akan terbangun transparansi atau keterbukaan. Kalau kalah ya mengaku kalah, serta berlatih keras untuk dapat menang. Kalau menang, tidak perlu menepuk dada. Seseorang yang suka berolahraga akan sadar suatu ketika dapat mengalami kekalahan. Jiwa olahraga ini akan terbawa dalam kehidupan masyarakat luas. Yang memahami prinsip-prinsip olahraga tidak akan mungkin mau menang sendiri, tapi juga tidak merasa terpuruk jika kebetulan mengalami kegagalan. Padahal, inilah acap kali yang tersembul di dalam kehidupan politik yang terbawa di dalam kehidupan bernegara. Adakah karena jiwa olahraga tidak tertanam di kalangan para elite politik itu? Jauh lebih luas lagi, olahraga menjadi tolok ukur keberhasilan. Suatu keberhasilan yang dapat diukur karena olahraga dilengkapi dengan aturan-aturan yang diakui kawan maupun lawan. Juga oleh pihak luar, baik wasit, pelatih, maupun penonton.
Hasil olahraga dapat diukur, baik perseorangan maupun kelompok. Prestasi yang diperoleh itu berasal dari latihan yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan. Prestasi olahraga bukan untung-untungan atau kebetulan. Tidak mengherankan bila UU No 3 Tahun 2005 memberi pesan yang amat luas tentang olahraga bahwa keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sporitivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa. Melihat ini, semua komponen bangsa agaknya perlu sadar. Tanpa harus menyalahkan siapa-siapa. Sifat menyalahkan orang lain menjadi musuh utama sifat sportivitas itu. Olahraga masyarakat dan olahraga prestasi merupakan kerja bersama. Kesadaran inilah yang akan mengajak untuk secepatnya memperbaikinya. Tentu melalui langkah-langkah yang sistematis. Dengan begitu, perlu kembali gerakan memasyarakatkan olahraga baik di lingkungan usia muda maupun para pensiunan. Perlu kembali menggalakkan kegiatan olahraga di lingkungan sekolah. Bersamaan dengan itu, diselenggarakan pertandingan olahraga secara berjenjang, sejak di sekolah sampai di perguruan tinggi. Lingkungan sekolah dan perguruan tinggi merupakan tempat pencarian bakat, termasuk cabang olahraga yang kurang dikembangkan klub olahraga seperti atletik. Tentu saja klub olahraga perlu kembali dibina dan digairahkan. Langkah ini bisa melalui induk organisasi olahraga seperti Pertina, PRSI, dan sebagainya. Klub inilah yang akan membina para pelatih berdedikasi seperti alm Raja Murnisal Nasution di renang atau Imron Rosjadi di angkat berat. Perhatian pada pembangunan sarana dan prasarana olahraga memang perlu dilakukan. Akan tetapi, pembinaan terhadap atlet olahraga tetap perlu dilakukan secara sistematis. Jangan sampai terlupakan. Semua itu tetaplah di bawah kendali pemerintah. Koordinasi dan menggerakkan semua intansi pemerintah yang membina dan mengembangkan olahraga perlu dilakukan secara menyeluruh. Di sinilah mungkin perlunya peranan Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam mengoordinasi. Akan tetapi, inti pelaksanaan tugasnya tetaplah di tangan Menteri Pemuda dan Olahraga. Sejak dulu, peran Mendiknas (yang kini dipecah pula dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) amatlah penting. Justru sumber atlet nasional umumnya dari murid sekolah maupun mahasiswa. Maka pembinaan dan pengembangan olahraga di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi tidak bisa diabaikan. Pembinaan olahraga juga perlu melibatkan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Aset negara dan aset daerah yang selama ini digunakan untuk kepentingan olahraga perlu dipertahankan dan dikembangkan. Jangan sampai beralih fungsi, apalagi beralih kepemilikan. Peranan lembaga perwakilan, yakni DPR dan DPD, perlu diperhatikan karena penganggaran berada di tangan mereka. Juga, jalannya pemerintahan diawasi dan jangan dilupakan masyarakat luas.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/130449-olahraga-membangun-karakter